Selasa, 14 Januari 2014

[Review] Sunset Bersama Rosie by Tere Liye

Sunset Bersama Rosie

Judul: Sunset Bersama Rosie
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: Mahaka Publishing
Tebal: 429 hlm.
Rilis: November 2011

Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.
Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi? 
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'?

Sebenarnya, dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'.




Tahun 2014 diawali dengan selesainya membaca buku ini. Iya tahu, saya telat banget baru baca buku ini sekarang :D tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan? *alesan*


So, saya pinjem buku ini dari seorang teman, kebetulan, saya memang pengen baca buku ini sejak pertama kali rilis. Tapi selalu ga jadi setiap mau beli (maap, ya, Bang Tere Liye >.<)

Awalnya, saya ga tau buku ini bakalan menceritakan tentang apa. Mengingat Bang Tere Liye ini senang sekali dengan cerita keluarga, jadi ya mungkin nyerempet-nyerempet cerita keluarga gitu. Ternyata bener. Plus bonus latar belakangnya tentang Bom Bali, jadi sedikit mengingatkan Hafalan Shalat Delisa yang latar belakangnya tentang tragedi yang beneran ada. Seperti biasa, Bang Tere Liye mengemas cerita ini dengan sangat baik, mudah dimengerti, dan enak dinikmati. Dari blurb di belakangnya, memang ga ngasih tau jalan ceritanya seperti apa. Nah, ini, sih, yang saya sebel dari blurb yang cuma kayak gitu aja, kan kita jadi ga tau buku itu bercerita tentang apa (kecuali sebelumnya emang udah baca review tentang buku ini).

Bercerita tentang Tegar, seorang laki-laki berusia 30-an, yang ternyata menyimpan perasaannya secara diam-diam untuk Rosie, teman masa kecilnya di Lombok. Sayangnya, Rosie sudah menikah dengan teman dekat Tegar dan Rosie, Nathan, dan mempunyai 4 kuntum bunga yang cantik. Kejadian Bom Bali yang terjadi di depan mata Tegar (melalui webcam), membuat Nathan kehilangan nyawanya. Tegar segera terbang ke Bali saat itu juga, meninggalkan Sekar yang menunggu untuk dilamar keesokan harinya. Singkat cerita, Tegar memilih untuk mengurus anak-anak Rosie, karena Rosie sendiri menjadi depresi setelah kehilangan Nathan. Karirnya yang sedang bagus di sebuah perusahaan di Jakarta, dengan rela Tegar tinggalkan, begitupula dengan Sekar, yang masih setia menunggu janji Tegar untuk menikahinya.

Kisah cinta dengan teman masa kecil sepertinya sudah menjadi hal yang umum untuk diceritakan. Hanya saja, pasti berbeda dalam pengemasannya. Seperti buku ini. Diawali dengan tragedi Bom Bali, kemudian kita diajak untuk menjadi Tegar yang plin plan. Satu hati masih mencintai Rosie, tapi hati yang lain terbagi untuk Sekar. Ending ceritanya bisa ditebak, tapi untuk menuju ke sana yang bikin geregetan. Hehehe

Saya suka buku ini karena:
1. Lucu! Ada beberapa tokoh tambahan yang membuat saya tertawa karena membaca tingkah laku mereka. Juga membuat buku ini lebih berwarna.
2. Buku ini berseting di Lombok, Bali, dan Jakarta. Lebih banyak di Lombok karena itu adalah kampung halaman Tegar dan Rosie, juga karena Rosie memang tinggal di sana. Membuat saya yang pengen ke Lombok jadi semakin ingin ke sana >.<
3. Seperti yang sudah disebutkan di atas, saya memang sangat menyukai cara penceritaan dari Bang Tere Liye.
4. Banyak kalimat yang dirangkai dengan indah

Ada beberapa bagian di buku ini yang bikin saya mengerenyit:
1. Anak umur 5 tahun, Jasmine, kuntum ketiga dari Nathan dan Rosie, sudah fasih untuk mengurus adiknya, Lili, yang berumur 1 tahun. Agak aneh aja sih, apakah emang bener ada anak umur 5 tahun yang bisa menggendong, mengganti popok, dan lain sebagainya? Mungkin ada kali, ya, tapi saya aja yang masih ngerasa aneh.
2. Terlalu banyak pengulangan kalimat. Misalnya "Kamu adalah Paman Tegar yang paling hebat, super, blablabla" (saya lupa direksinya gimana. Hehehe). Selain kalimat itu juga ada beberapa kalimat lagi yang terlalu sering diulang-ulang, sampai saya bosen bacanya.
3. Typonya lumayan banyak. AAAAA. Sampai bikin saya pengen ngedit ulang *eh :p Penerbit Mahaka, please jadikan saya editor di sanaaaaaa *sekalian iklan :p
4. Dan saya baru menyadari, setelah baca buku ini dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Bang Tere Liye ini ternyata sangat menyukai kata "sempurna", tiap halaman kayaknya ada kata itu.

Over all, buku ini bagus. Saya seneng bacanya, dan untuk penggemar tulisan-tulisan Bang Tere Liye seperti saya, Anda akan menikmati cara berceritanya. Meski Tegar mungkin membuat Anda menjadi geregetan :p


Stars: 3,5 of 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar